Kementan Catat Ekspor Unggas Meningkat 145 Persen

Nilai ekspor unggas dan produk olahannya sepanjang tahun 2024 mengalami peningkatan signifikan, yakni hampir 145 persen dibandingkan tahun 2023. Capaian ini menjadi bukti bahwa produk unggas Indonesia semakin diterima di pasar internasional.

 

“Saya mendapatkan informasi bahwa nilai ekspor unggas dan produknya di tahun 2024 mengalami peningkatan hampir 145 persen dari tahun 2023,” ujar Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementerian Pertanian, Agung Suganda.

 

Pertnyaan ini disampaikan dalam acara pelepasan ekspor produk olahan unggas ke empat negara, yaitu Uni Emirat Arab, Oman, Singapura, dan Jepang, yang berlangsung di PT. Malindo Food Delight, Kawasan Industri GIIC, Cikarang Pusat, Bekasi, Senin (14/7).

 

Agung menambahkan, peningkatan ekspor ini tidak terlepas dari kemampuan produksi dalam negeri yang terus meningkat.

 

Pada tahun 2025, produksi daging ayam nasional diperkirakan mencapai 4,2 juta ton, sementara kebutuhan dalam negeri sekitar 3,86 juta ton, sehingga Indonesia masih memiliki surplus sekitar 0,34 juta ton atau 10,71 persen.

 

“Tentu produksi daging ayam 4,2 juta ton ini masih bisa kita tingkatkan kenapa kita jaga di 4,2 juta ton dengan surplus kurang lebih 10 perseb saja karena ini berkaitan dengan stabilisasi harga pada komoditas daging ayamnya,” ujar Agung.

 

“Kalau kita terlalu dorong produksinya yang dikhawatirkan nanti terlalu oversupply dan tentu sangat mengganggu di stabilisasi harganya,” tambahnya.

 

Sedangkan untuk telur ayam ras, lanjut Agung, proyeksi produksinya mencapai 6,5 juta ton, atau sekitar 5 persen di atas kebutuhan nasional.

 

“Ini juga menunjukkan bahwa kita masih bisa terus meningkatkan produksi daging ayam dan telur. Saat ini, produksi daging ayam Indonesia masuk kategori terbesar ketiga di dunia setelah Tiongkok, Amerika Serikat, dan Brasil,” ujar Agung.

 

Untuk produksi telur ayam, Indonesia menempati posisi ketiga dunia. Artinya, para produsen unggas nasional siap bersaing secara global, dan masih memiliki potensi untuk meningkatkan produksi lebih lanjut.

 

Ekspor menjadi salah satu strategi penting yang terus didorong pemerintah. Dengan memperluas pasar ekspor ke berbagai negara, diharapkan dapat membantu mengurai permasalahan stabilisasi harga ayam hidup di dalam negeri.

 

“Oleh karena itu, maka saya terus mendorong saat ini para perusahaan pengen besar seperti PT Malindo Food Delight ini untuk terus membuka pasar ekspor baru agar harga khususnya ayam hidup di dalam negeri bisa stabil,” ujarnya.

 

Baik! Kalau kamu ingin melanjutkan narasi dengan menyertakan Agung sebagai narasumber (kemungkinan Agung Hendriadi, Kepala Badan Pangan Nasional atau pejabat terkait), aku bantu gabungkan dalam struktur yang rapi seperti ini:

 

Di samping itu, pemerintah melalui Ditjen PKH bersama para pelaku usaha telah menyepakati harga acuan ayam hidup di tingkat peternak sebesar Rp18.000 per kilogram. Kesepakatan ini telah berlangsung lebih dari satu bulan dan dinilai berhasil menjaga stabilitas harga di tingkat peternak.

 

Agung mengatakan, menjaga harga ayam hidup bukan semata-mata soal keseimbangan antara suplai dan permintaan, tetapi juga membutuhkan komitmen penuh dari seluruh pelaku usaha perunggasan.

 

“Setelah melalui serangkaian kajian, akhirnya kita bersama pelaku usaha sepakat bahwa Rp 18.000 adalah harga minimum ayam hidup di tingkat peternak. Ini harga paling bawah yang sudah memperhitungkan harga pokok produksi, termasuk komponen utama seperti pakan dan bibit,” ujar Agung.

 

Ia menambahkan, untuk memastikan harga tetap stabil, pengawasan dilakukan secara menyeluruh. Tidak hanya oleh pemerintah melalui Satgas Pangan dan kementerian terkait, tetapi juga bersama asosiasi dan pelaku usaha unggas nasional.

 

Repost dari Majalah Hortus : https://news.majalahhortus.com/news-majalahhortus-com-kementan-ekspor-unggas-naik-145-persen/