Wujudkan Ketahanan Pangan, Indonesia Perlu Sumber Negara Impor

Dalam upaya memperkuat kebijakan impor sapi nasional, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementerian Pertanian (Kementan) berkesempatan melakukan kunjungan kerja ke Institut Pertanian Bogor University (IPB University) beberapa waktu yang lalu, untuk berdiskusi dengan Anggota Komisi Ahli Kesehatan Hewan dan Kesmavet, sekaligus Pakar Mikrobiologi dan Immunologi Veteriner,  Prof I Wayan Teguh Wibawan.

 

Kunjungan ini bertujuan menggali pandangan akademik mengenai potensi negara-negara alternatif sebagai sumber impor ternak, khususnya dalam konteks mitigasi risiko penyakit hewan seperti Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).

 

Prof I Wayan menekankan, pentingnya Indonesia untuk mencari negara-negara alternatif sebagai sumber impor ternak sapi. Menurutnya, langkah ini sangat strategis dalam menjaga ketersediaan pasokan nasional sekaligus memperkuat posisi Indonesia dalam perdagangan internasional.

 

“Mencari alternatif negara lain sebagai sumber ternak sangat penting, agar kita tidak bergantung pada satu negara yang selama ini menjadi pemasok. Hal ini juga berguna untuk memperkuat posisi tawar Indonesia dalam menentukan harga yang layak,” jelas Prof I Wayan.

 

Ia menambahkan, bahwa diversifikasi negara asal sapi akan memperkuat daya saing Indonesia di tengah persaingan global serta memastikan eksistensi Indonesia dalam dinamika perdagangan internasional. “Kita tidak bisa lepas dari pergaulan global (perdagangan internasional). Maka dari itu, Indonesia harus tetap hadir sebagai negara yang berdaulat di tengah kancah perdagangan internasional,” tegasnya.

 

Namun demikian, Prof I Wayan mengingatkan, bahwa setiap keputusan impor harus memperhatikan potensi risiko yang menyertainya. “Segala sesuatu yang memiliki risiko harus dimitigasi secara teknis dan tidak boleh melanggar peraturan perundangan yang berlaku,” ujarnya.

 

Ia menilai, bahwa Brazil memiliki potensi besar untuk menjadi salah satu negara sumber impor ternak sapi bagi Indonesia. Hal ini disebabkan oleh status Brazil yang telah dinyatakan bebas dari Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), baik melalui zona bebas tanpa vaksinasi maupun zona bebas dengan vaksinasi.

 

“Impor sapi dari Brazil tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia, karena Brazil memiliki status bebas PMK dengan dua kategori yaitu zona bebas tanpa vaksinasi dan zona bebas dengan vaksinasi,” sebut Prof I Wayan.

 

Prof I Wayan menjelaskan, bahwa kebijakan impor dari Brazil sebaiknya disesuaikan dengan kondisi wilayah di Indonesia. Untuk daerah yang masuk dalam kategori zona hijau atau wilayah yang tidak ditemukan kasus PMK, ternak dapat didatangkan dari zona Brazil yang bebas PMK tanpa vaksinasi.

 

“Sementara untuk wilayah yang sedang menjalani program pemberantasan PMK atau zona merah, lebih tepat jika sapi diimpor dari zona Brazil yang telah menerapkan vaksinasi,” jelasnya.

 

Pendekatan berbasis zonasi ini, menurutnya, penting untuk memastikan bahwa impor ternak tidak justru membawa risiko baru terhadap populasi ternak di dalam negeri, dan tetap sejalan dengan strategi pengendalian PMK nasional.

 

Penurunan kasus PMK di berbagai wilayah Indonesia dinilai sebagai hasil dari keberhasilan program vaksinasi yang dijalankan pemerintah.  “Menurunnya kasus PMK, bahkan hingga nol kasus di beberapa wilayah, sangat mungkin berkaitan dengan terbentuknya antibodi protektif yang cukup pada populasi ternak, terutama sapi,” imbuhnya.

 

Namun demikian, ia mengingatkan, bahwa cakupan vaksinasi yang luas masih menjadi kunci utama untuk mempertahankan kondisi tersebut. Minimal, 70 % dari populasi ternak harus memiliki kekebalan yang cukup agar bisa menekan laju penyebaran virus secara efektif.

 

“Kita harus yakin bahwa semua populasi sapi di berbagai wilayah memiliki titer antibodi protektif yang memadai. Target cakupan vaksinasi minimal 70 % harus dicapai, dan akan lebih baik jika bisa mencapai 100%,” bebernya.

 

Sebagai bagian dari strategi nasional pengendalian PMK, Ditjen PKH telah mencanangkan program Bulan Vaksinasi PMK, yang mulai diterapkan di sejumlah wilayah. Prof I Wayan, mengapresiasi langkah ini dan menyerukan dukungan dari seluruh pemangku kepentingan.

 

“Program Bulan Vaksinasi perlu kita dukung bersama. Jika kita ingin Indonesia bebas PMK, maka salah satu syarat mutlaknya adalah memastikan seluruh populasi ternak sensitif memiliki antibodi yang cukup, dan itu hanya bisa dicapai dengan cakupan vaksinasi yang tinggi dan merata,” tutup Prof I Wayan

 

Repost dari Trobos Livestock : http://troboslivestock.com/detail-berita/2025/06/17/57/19392/wujudkan-ketahanan-pangan-indonesia-perlu-sumber-negara-impor