Impor Abon Ayam di Indonesia: Persetujuan Impor PI dan RPP

Indonesia, dengan populasi yang besar, memiliki permintaan yang stabil terhadap produk olahan hewani, termasuk abon ayam. Namun, impor produk hewani di atur dengan ketat untuk melindungi kesehatan masyarakat, keamanan pangan, dan peternakan lokal dari penyakit hewan menular. Artikel ini akan membahas secara komprehensif mengenai Persetujuan Impor (PI) Hewan untuk produk abon ayam, persyaratan dan prosedur Rekomendasi Pemasukan (RPP) dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementerian Pertanian RI, serta persyaratan dokumen umum yang di perlukan untuk PI Hewan.

 

PERSETUJUAN IMPOR (PI) HEWAN UNTUK PRODUK ABON AYAM

Persetujuan Impor (PI) adalah izin yang di terbitkan oleh Kementerian Perdagangan Republik Indonesia bagi importir untuk memasukkan barang-barang tertentu ke wilayah pabean Indonesia. Untuk produk abon ayam, yang termasuk dalam kategori produk olahan hasil hewan, PI menjadi mandatory. PI ini di terbitkan berdasarkan rekomendasi teknis dari instansi terkait, dalam hal ini adalah Kementerian Pertanian melalui Ditjen PKH.

PI berfungsi sebagai kontrol utama pemerintah untuk memastikan bahwa produk impor memenuhi standar kualitas, keamanan, dan kesehatan yang di tetapkan. Tanpa PI, produk abon ayam tidak akan dapat masuk ke Indonesia secara legal.

REKOMENDASI PEMASUKAN (RPP) DARI DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN (DITJEN PKH) KEMENTERIAN PERTANIAN RI UNTUK PRODUK ABON AYAM

Sebelum mengajukan PI ke Kementerian Perdagangan, importir wajib memperoleh Rekomendasi Pemasukan (RPP) dari Ditjen PKH Kementerian Pertanian. RPP ini merupakan persetujuan teknis yang menyatakan bahwa produk abon ayam yang akan di impor telah memenuhi persyaratan kesehatan hewan dan keamanan pangan yang berlaku di Indonesia.

Persyaratan RPP Untuk Abon Ayam:

Meskipun persyaratan spesifik dapat bervariasi dan perlu di konfirmasi langsung ke Ditjen PKH atau melalui sistem OSS (Online Single Submission), umumnya persyaratan untuk mendapatkan RPP produk abon ayam mencakup hal-hal berikut:

1.    Identitas Pemohon/Importir:

2.    Profil perusahaan/importir yang jelas (legalitas perusahaan, NPWP, NIB).

3.    Surat permohonan RPP.

4.    Informasi Produk Abon Ayam:

Spesifikasi Produk: 

Detail mengenai jenis abon ayam (misalnya, bahan baku, bumbu, proses produksi).

Negara Asal Dan Unit Usaha/Pabrik Pengolah: 

Informasi lengkap mengenai negara asal produk dan identitas pabrik/unit usaha yang memproduksi abon ayam di negara asal. Pastikan pabrik tersebut telah terdaftar dan/atau di setujui oleh otoritas berwenang di Indonesia (biasanya melalui audit atau daftar negara/unit usaha yang di akui).

Sertifikat Kesehatan Hewan (Health Certificate/HC): 

Di keluarkan oleh otoritas berwenang di negara asal yang menyatakan bahwa bahan baku (daging ayam) dan produk akhir (abon ayam) bebas dari penyakit hewan menular tertentu dan aman untuk di konsumsi manusia.

Sertifikat Bebas Residu (Residue Free Certificate): 

Jika relevan, menyatakan produk bebas dari residu antibiotik, hormon, atau zat berbahaya lainnya melebihi batas yang di izinkan.
>Sertifikat Halal: Jika produk akan di pasarkan untuk konsumen Muslim di Indonesia, sertifikat halal dari lembaga yang di akui di negara asal dan/atau di verifikasi oleh lembaga halal di Indonesia (seperti MUI) adalah wajib.

Hasil Analisis Laboratorium: 

Uji laboratorium yang membuktikan keamanan pangan produk (misalnya, bebas dari bakteri patogen seperti Salmonella, E. coli, dan cemaran mikroba lainnya), serta kandungan gizi.
Label dan Kemasan: Contoh label produk dan desain kemasan yang sesuai dengan regulasi pelabelan pangan di Indonesia.

Informasi Volume Dan Frekuensi Impor: 

Estimasi volume abon ayam yang akan di impor dan frekuensi pemasukan.

PROSEDUR PENGAJUAN RPP:

Pengajuan Melalui OSS (Online Single Submission):

Sebagian besar perizinan impor di Indonesia kini terintegrasi melalui sistem OSS. Importir harus mendaftar dan mengajukan permohonan RPP melalui platform ini.

Verifikasi Dokumen: 

Ditjen PKH akan melakukan verifikasi terhadap kelengkapan dan keabsahan dokumen yang diajukan.

Evaluasi Teknis: 

Di lakukan evaluasi teknis terhadap keamanan pangan, kesehatan hewan, dan kesesuaian produk dengan regulasi Indonesia. Dalam beberapa kasus, inspeksi atau audit ke unit usaha di negara asal mungkin di perlukan jika unit usaha tersebut baru atau belum pernah di setujui.

Penerbitan RPP: 

Jika semua persyaratan terpenuhi, Ditjen PKH akan menerbitkan RPP.

PERSYARATAN DOKUMEN UMUM YANG DI PERLUKAN UNTUK PI HEWAN (TERMASUK ABON AYAM)

Setelah mendapatkan RPP dari Ditjen PKH, importir dapat mengajukan permohonan PI ke Kementerian Perdagangan. Dokumen-dokumen umum yang biasanya di perlukan untuk permohonan PI produk hewani, termasuk abon ayam, meliputi:

1.    Surat Permohonan PI: Di tujukan kepada Kementerian Perdagangan.

2.    Nomor Induk Berusaha (NIB): Sebagai identitas pelaku usaha dan izin dasar dari OSS.

3.    Rekomendasi Pemasukan (RPP): Dari Ditjen PKH Kementerian Pertanian (wajib).

4.    Angka Pengenal Impor (API): Dokumen yang menunjukkan bahwa perusahaan adalah importir resmi. API terdiri dari API-U (Umum) atau API-P (Produsen).

5.    Izin Usaha: Sesuai dengan bidang usaha impor yang tercantum dalam NIB.

6.    Akta Pendirian Perusahaan dan Perubahannya (jika ada): Menunjukkan legalitas perusahaan.

7.    Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP): Identitas perpajakan perusahaan.

8.    Surat Keterangan Domisili Perusahaan: Bukti alamat resmi perusahaan.

9.    Laporan Realisasi Impor (jika ada): Bagi importir yang sebelumnya pernah melakukan impor.

10. Dokumen Pendukung Lainnya: Seperti kontrak jual beli (Sales Contract/Purchase Order), packing list, bill of lading/airway bill (setelah pengiriman), dan dokumen teknis terkait produk yang mungkin di minta oleh Kementerian Perdagangan.

11. Penting: Seluruh dokumen harus valid, terbaru, dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Proses pengajuan PI juga umumnya di lakukan melalui sistem OSS.

HS CODE ABON AYAM DI INDONESIA

HS Code (Harmonized System Code) adalah sistem klasifikasi barang dagangan internasional yang di gunakan oleh bea cukai di seluruh dunia. Penentuan HS Code yang tepat sangat penting untuk tujuan tarif bea masuk, perpajakan, dan statistik perdagangan.

Untuk produk abon ayam, HS Code yang paling umum dan relevan di Indonesia kemungkinan besar akan berada di bawah Bab 16 yaitu “Olahan dari daging, ikan, atau krustasea, moluska atau invertebrata air lainnya”.

Secara Lebih Spesifik, Abon Ayam Dapat Di Kategorikan Dalam:

HS Code 1602.32.00: “Daging atau jeroan unggas dari Pos 01.05, di siapkan atau di awetkan: –Dari ayam dari jenis Gallus domesticus”.
>Penting untuk di catat bahwa HS Code dapat memiliki sub-pos yang lebih spesifik tergantung pada detail produk (misalnya, apakah sudah di kemas untuk ritel, ada tambahan bumbu tertentu, dll.). Importir di sarankan untuk selalu memverifikasi HS Code yang tepat dengan pihak bea cukai atau menggunakan Indonesia National Single Window (INSW) untuk mendapatkan kepastian dan menghindari kesalahan dalam deklarasi impor.

Proses impor abon ayam di Indonesia melibatkan beberapa tahapan perizinan yang ketat. Di mulai dari Rekomendasi Pemasukan (RPP) dari Ditjen PKH Kementerian Pertanian dan di akhiri dengan Persetujuan Impor (PI) dari Kementerian Perdagangan. Pemahaman yang mendalam mengenai persyaratan dan prosedur yang berlaku. Serta penyiapan dokumen yang lengkap dan akurat. Menjadi kunci keberhasilan dalam melancarkan proses impor ini. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa produk abon ayam yang masuk ke Indonesia aman. Sehat, dan tidak membahayakan kesehatan masyarakat serta keberlangsungan peternakan nasional. Selalu pastikan untuk merujuk pada regulasi terbaru dan berinteraksi langsung dengan instansi terkait untuk informasi yang paling akurat.

 Repost dari Jangkar Group : https://jangkargroups.co.id/impor-abon-ayam-di-indonesia-persetujuan-impor-pi-dan-rpp/